Disamping itu, Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai seorang yang tidak pernah melihat aurat dirinya sendiri dan orang lain. Ia begitu menjaga pandangannya sehingga terbebas dari melihat aurat seseorang. Ali bin Abi Thalib sendiri lahir di area Masjidil Haram, Makkah pada Jumat, 13 Rajab. Satu riwayat menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib lahir
2 Kecerdasan Sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Beliau adalah salah satu -selain Abu Bakar, Umar, dan Usman, di antara 10 sahabat yang dijamin masuk surga sebagaimana sabda Rasulullah saw. Beliau adalah lulusan terbaik dari madrasah nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh Rasulullah saw.
Orangorang yang pertama kali memeluk Islam atau yang dikenal as-Sbiqn al-Awwaln, Mereka adalah Siti Khadijah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Harisah, dan Ummu Aiman. (Sumber: Dok. Kemdikbud) Gambar 6.8.
Kemdikbud Waqq±s, Thalhah bin Ubaidill±h, Arq±m Gambar 5.9 Suasana kota mekah sekarang bin Abil Arq±m, Ja'far bin Abi Th±lib, Khabab bin Al Art, Bilal bin Rabah, Abi Dzarim Al Ghafary, Abµ Salamah, 'Imran bin Hasy³m, Hasy³m (bapak Imran), 'Am³r bin Sa'³d, dan 'Ubaidah bin Al-Har³s.
Somad Ali dan Jonatan adalah teman sekelas. Mereka sepakat mengerjakan tugas prakarya dari sekolah pada hari Minggu jam 07.00 WIB. Namun, tiba-tiba Jonatan meminta maaf tidak bisa bergabung karena ayahnya mengajak beribadah ke gereja.
KecerdasanAli Bin Abi Thalib ini di tujukkan oleh sabda nabi muhammad "ana makkatul ilmu wa aliyubabuha" Saya kota nya ilmu dan ali adalah pintu nya.Begitul
5hnbgz.  Digital Teknopedia Jumat, 10 Juni 2022 - 1050 WIB VIVA – Sayyidina Ali atau Ali bin Abu Thalib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat dekat dengan Nabi. Ali adalah khalifah keempat yang pernah berkuasa dan salah satu golongan pertama pemeluk agama Islam. Ali adalah manusia yang istimewa. Dinyatakan, ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam, setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabu Muhammad SAW. Menurut sejumlah riwayat, di usianya yang ke delapan, Ali bin Abi Thalib sudah bersedia masuk Islam setelah mendengar. Nabi Muhammad juga sangat menyayangi Ali bahkan setuju dengan pernikahan Ali dengan sang putri Fatimah, sehingga ia menjadi menantu Nabi Muhammad SAW. Ali terkenal dengan kecerdasannya yang tidak main - main. Ia terkenal dengan kepiawaiannya dalam berilmu, sehingga ia bisa menjadi Khalifah. Kecerdasan Ali tidak ia dapatkan begitu saja, ia juga dinyatakan memiliki rahasia kecerdasan yang membuat ia menjadi seseorang yang berilmu. Beriku adalah 7 rahasia kecerdasan Sayyidina Ali Belajar Langsung dari RasulullahNabi Muhammad SAW pernah bersabda "Aku adalah Pintunya ilmu, dan Ali adalah kuncinya" yang menandakan bahwa Ali adalah sosok yang memiliki kecerdasan yang hebat. Sejak berusia 6 tahun, Ali hidup satu atap bersama Rasulullah SAW, yang mana ia juga adalah sepupu Nabi. Sejak usia dini, Ali telah mendapat pengasuhan dan pendidikan langsung dari Nabi Muhammad Tak hanya itu, dengan hidup bersama Nabi Muhammad SAW dan keluarga nani, Ali mendapat keistimewaan untuk dapat mengamati dan mempelajari apa saja yang berkaitan dengan Rasulullah saw beserta keluarganya, baik yang berhubungan dengan tingkah laku maupun ucapan. Halaman Selanjutnya Rasulullah saw benar - benar mendidik Ali menjadi sosok yang hebat. Bahkan ketika Nani akan menerima gelar Kenabian nya, Ali setia berada di sisinya. Ali sering diajak oleh beliau untuk menyepi di gua Hira.
membaca al-Qur'an Inilah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Inilah sosok terpilih yang dinikahkan dengan Fathimah binti Muhammad ketika Abu Bakar dan Umar bin Khaththab ditolak saat meminang anak kesayangan Nabi itu. Inilah sosok cerdas yang penuh semangat. Cerah wajahnya, ceria perangainya, berwawasan luas dan gagah berani. Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah mengatakan, “Tak ada pemuda, melainkan Ali saja.” Suatu hari dalam rangkaian Haditsul Ifki, ketika Aisyah binti Abu Bakar yang merupakan istri Rasulullah difitnah telah berselingkuh dengan Shofwan bin al-Muwaththal, maka Nabi memanggil Ali untuk meminta pendapat. Sebab tak ingin menambah beban pikiran kekasihnya itu, Ali berkata, “Wahai Rasulullah, Allah tidak akan menyulitkanmu dalam perkara ini.” “Sungguh,” lanjut beliau, “masih banyak perempuan di muka bumi.” Kata beliau sampaikan pendapatnya, “Nikahilah siapa pun yang ingin engkau nikahi dan ceraikanlah siapa pun yang ingin kauceraikan.” Maksud perkataan Ali adalah supaya Nabi tidak habis pikiran dan potensinya untuk memikirkan fitnah orang munafik tersebut. Bahwa ada banyak hal lain yang lebih besar. Pada kesempatan lain, ketika ada yang bertanya, “Pada zaman Abu Bakar dan Umar keadaannya damai. Mengapa di masa kepemimpinanmu banyak terjadi perpecahan dan kekacauan?” Maka jawab Ali santai dan cerdas, “Di zaman kedua sahabatku, akulah yang mereka pimpin.” Lanjutnya membuat penanya diam, “Sedangkan di zamanku, rakyatnya adalah seperti kamu.” Itulah jawaban cerdas. Ringan, namun sarat kebenaran. Selain itu, jawaban Ali membuat yang bertanya diam sebab tak miliki hujjah lain. Bahkan, ketika beliau dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, si munafik itu berkata, “Aku telah membeli pedang ini seharga 1000 dirham dan kulumuri dengan racun seharga 1000 dirham.” “Demi Allah,” lanjut si munafik menyebut nama yang Mahasuci, “aku berdoa agar pedang ini bisa membunuh makhluk-Nya yang terburuk dan terkutuk.” Di saat-saat seperti itu, Ali yang mulia akhlaknya masih bisa tersenyum, kemudian berkata, “Doamu akan terkabul, insya Allah.” Maka pembunuh terlaknat itu menyambar dengan tanya, “Jadi kau mengaku sebagai seburuk-buruknya makhluk Allah?” “Tidak!” gertak Ali, “kaulah orangnya!” Ali pun berkata bahwa ia akan meminta anaknya untuk memberikan hukuman Qishash kepada Abdurrahman bin Muljam dengan pedangnya itu. Lanjut Ali, “Karena aku pernah mendengar Nabi bersabda, Maukah kuberitahukan kepadamu seburuk-buruk makhluk, hai Ali?’ “Dia adalah,” lanjut Ali meneruskan sabda kekasihnya, “Ahimyar Tsamud yang membunuh unta Nabi Shalih dan seorang lelaki yang mengayunkan pedang ke kepalamu hingga darah membasahi janggutmu!” Maka Abdurrahman bin Muljam itulah seburuk-buruk makhluk Allah. [Pirman]
Bertepatan dengan di mulainya kembali proses pembelajaran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan tanggal 13 Juli 2020 sebagai hari dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021. Oleh karena itu, perlu kita mengulas kembali tentang enam hal sebagai modal dalam mencari ilmu. Syaikh Az-Zarnuji di dalam kitabnya Ta’lim Muta’allim membahas sebuah syair dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, yang artinya “Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat. Saya akan memberitahukan secara lengkap, yaitu Kecerdasan, kemauan, sabar, biaya, bimbingan guru dan waktu yang lama”. Poin pertama yang disebutkan adalah kecerdasan. Pada tulisan ini akan dibahas terkait dengan 7 Rahasia Kecerdasan Ali bin Abi Thalib. 1. Belajar Langsung kepada Rasulullah saw Rahasia kecerdasan Ali bin Abi Thalib yang pertama adalah belajar langsung kepada Rasulullah Saw. sejak usia 6 tahun, ia tercatat sebagai anak angkat dan hidup satu atap bersama Rasulullah saw. Sejak usia anak-anak Ali telah mendapat pengasuhan dan pendidikan langsung di dalam keluarga Rasulullah saw. Tidak hanya itu, dengan hidup bersama keluarga Rasulullah saw, ia dengan sendirinya juga dapat mengamati dan mempelajari apa saja yang berkaitan dengan Rasulullah saw beserta keluarganya, baik yang berhubungan dengan tingkah laku maupun ucapan. Rasulullah saw benar-benar mendidik Ali. Hal ini terlihat tatkala beliau semakin dekat untuk menerima gelar kenabian. Ali sering diajak oleh beliau untuk menyepi di gua Hira. Bahkan, Ali juga diajak untuk mendaki bukit-bukit sekeliling Makkah untuk menikmati keindahan dan keunikan bukit serta merenungkan kebesaran ciptaan Allah swt. Oleh karena itu, Tak heran apabila kecerdasan dan kedalaman dalam ilmu Agama Islam seorang Ali tidak diragukan. Bahkan Nabi bersabda “Aku adalah pintunya Ilmu, dan Ali adalah kuncinya”. 2. Belajar dengan Sungguh-Sungguh Rahasia kecerdasan Ali bin Abi Thalib yang kedua adalah menanamkan kesungguhan dalam belajar atau belajar dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan dalam belajar telah menjadikannnya memiliki kecerdasan luar biasa. Kesungguhan Ali bin Abi Thalib dalam belajar terlihat dengan nyata tatkala ia berada di bawah asuhan Rasulullah saw. Ia sering mengamati apa yang dikerjakan oleh Rasulullah saw kemudian memikirkannya dengan sungguh-sungguh. Dari kesungguhannya dalam belajar kepada Rasulullah saw ia sejak kecil tidak pernah sedikitpun mengikuti tingkah laku orang-orang jahiliah yang banyak disekelilingnya. Ia tidak pernah melakukan zina sebagaimana orang jahiliah melakukannya. Ia tidak menyembah berhala sebagaimana orang-orang jahiliah melakukannya. Padahal ia hidup di tengah orang-orang jahiliah. Ihwal kesungguhan Ali bin Abi Thalib dalam belajar kepada Rasulullah saw telah menjadikannya sebagai orang pertama dari golongan anak-anak yang masuk Islam. Ia tanpa ragu sedikitpun dalam menyatakan kesetiannya kepada Rasulullah saw untuk memeluk agama Islam yang sudah didakwahkan oleh beliau secara terang-terangan. Ia menyatakan masuk Islam kurang lebih ketika usianya masih 10 tahun. 3. Berguru Pada Ahlinya Rahasia kecerdasan Ali bin Abi Thalib yang ketiga adalah berguru pada ahlinya atau belajar kepada ahlinya. Telah dikatakan bahwa ia sejak kecil berada dalam asuhan Rasulullah saw, jadi ia benar-benar berguru kepada ahlinya. Tentu saja, tidak perlu dipertanyakan dan dibahas mengenai keahlian Rasulullah saw di bidang ilmu. Rasulullah saw merupakan manusia yang tiada tandingannya sepanjang sejarah. Sehingga, tak heran, jika Michael Hart, penulis buku terkenal “Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah”, meletakkan Nabi Muhammad saw sebagai tokoh pertama yang meraih kesuksesan luar biasa, baik di bidang agama maupun ruan lingkup dunia. Penting untuk diketahui, seorang guru sangat menentukan bagi kecerdasan dan keberhasilan muridnya. Guru yang benar-benar ahli di bidang yang diajarkannya dapat memudahkan muridnya untuk memahami isi pelajaran yang disampaikannya. Sebaliknya, sangat sulit bagi seorang guru untuk memberikan pemahaman pelajaran yang valid dan utuh kepada muridnya jika ia sendiri tidak menguasai atau tidak ahli di bidang yang dikerjakannya. Sayyidina Ali benar-benar orang yang sangat beruntung. Karena ia dapat belajar langsung kepada ahli ilmu, bahkan gudang ilmu itu sendiri. Hasil belajar kepada ahlinya sangat dirasakan betul olehnya. Ia menjadi ahli di bidang ilmu hukum fiqh, ketuhanan teologi, bahasa dan sastra, kebijaksanaan, keberanian, dan lain-lain. Semuanya di dapat dari sang guru ahli, Rasulullah saw. Ringkasnya ketika kita mau belajar ilmu apa pun hendaknya kita belajar kepada ahlinya, karena dengan belajar kepada ahlinya kita akan mendapatkan pencerahan. Jangan sekali-kali kita belajar suatu ilmu kepada yang bukan ahlinya, karena akan mengarahkan kepada kesesatan. 4. Mengikat Ilmu dengan Menuliskannya Ali bin Abi Thalib berkata “Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”. Perkataan tersebut sangat pouler di kalangan intelektual Muslim. Karena, kata tersebut sangat terbukti kebenarannya dan dapat menginspirasi semua orang untuk menjadi intelektual yang dikenang kecerdasan Ali bin Abi Thalib selanjutnya adalah senantiasa mengikat ilmu berupa Alquran agar tetap abadi sepanjang masa, baik sebagai ilmu atau untuk bacaan dalam ibadah, selalu menuliskannya. Pasca wafatnya Nabi saw, ia mengumpulkan dan menulis Alquran sehingga ia tidak pernah keluar dari rumahnya, kecuali hanya untuk mengikuti shalat jamaah. Terkait dengan keterangan ini, Hernowo penulis buku Mengikat Makna dengan cukup padat menuliskan pekerjaan Ali bin Abi Thalib dalam menulis Alquran. “Imam Ali mengumpulkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan urutannya ketika diturunkan. Dicatatnya juga mengenai jenis ayat yang memiliki pengertian umum dan khusus, yang mutlak dan yang muqayyad, yang muhkan dan yang mutasyabih, yang nasikh dan yang mansukh, yang azimah ketentuan tugas untuk dilaksanakan dan yang termasuk rukhshah kelonggaran untuk memudahkan. Selain itu, disusun pula etika dan cara-cara membaca dan mempelajari, serta tentang asbabun-nuzulnya”. Selain dengan cara itu, apa yang ia khutbahkan atau sampaikan di depan umum, banyak orang yang menghafalkannya kemudian menuliskannya. Kumpulan khutbah, kata-kata mutiara, surat-surat, syair, dan lain-lain ditulis dan dikumpulkan dalam satu buku terkenal yang dinisbahkan kepada Ali bin Abi Thalib, yaitu buku yang diberi judul Nahjul Balagahah. Ali bin Abi Thalib senantiasa mengikat ilmu dengan menuliskannya serta memerintah agar orang-orang juga mengikat ilmunya dengan menuliskannya. Hal ini merupakan rahasia kecerdasannya. Oleh karena itu , jika kita ingin cerdas seperti Ali bin Abi Thalib, maka ikatlah ide-ide yang muncul dari kecerdasan anda dengan menuliskannya. 5. Merangkai Kata-Kata Indah Merangkai kata-kata indah merupakan salah satu cara menstimulasi otak agar cerdas. Ali bin Abi Thalib sangat pandai merangkai kata-kata indah sehingga tak menutup kemungkinan kecerdasannya yang luar biasa dikarenakan ia terbiasa membaca, belajar, dan merangkai kata-kata indah. Telah dikatakan bahwa ia belajar pada Alquran dan hadis. Sementara, Alquran dan hadis mengandung kata-kata indah. Jadi, kepandaian Ali bin Abi Thalib dalam merangkai kata-kata indah tidak lepas dari apa yang sering ia baca dan pelajari. Ali bin Abi Thalib dengan kata-katanya yang indah telah menumbuhkan kecerdasannya dengan baik dan indah. Sekaligus ia telah mendorong pembacanya untuk ikut cerdas dan memiliki kecerdasan yang indah. Dengan kata lain, kata-kata indah dapat menumbuhkan moralitas dalam diri seseorang. 6. Memahami kemampuan Diri Orang yang berilmu, kata Ali bin Abi Thalib adalah yang mengetahui kemampuan dirinnya dan cukuplah seseorang dikatakan bodoh jika ia tidak mengetahui kemampuan dirinya. Dengan demikian, mengetahui kemampuan diri sendiri adalah ciri orang yang berilmu. Bagaimana orang yang berilmu mengetahui kemampuan dirinya? Mengetahui ilmu yang ada di dalam diri adalah satu dari sekian rahasia kecerdasan Ali bin Abi Thalib. Ia mengenali dan memahami ilmu yang berada di dalam dirinya. Dengan pengetahuan itu, ia dapat mengukur sejauh mana kemampuannya dan terdorong untuk terus meningkatkan kecerdasannya. Baginya, orang yang memiliki ilmu adalah orang yang tahu terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dengan mengetahui kemampuan atau ilmu yang ada dalam diri, maka ia akan mengamalkannya dan akan bertindak sebagaimana ilmunya. Sebenarnya, mengetahui ilmu yang ada di dalam diri, jika merujuk kata-kata Ali bin Abi Thalib, adalah sebuah cara untuk menyadarkan diri bahwa di dalam diri terdapat ilmu yang dicerap. Tatkala kesadaran semacam ini tumbuh, akan timbul pertanyaan, hendak diapakan ilmu yang ada di dalam diri? Apakah hendak dilupakan atau diamalkan? Jika ilmu dilupakan atau pura-pura dilupakan, maka ia akan bertindak seperti orang bodoh. Jika diamalkan, maka disitulah hasil dari mengetahui ilmu yang ada di dalam diri dan akan tampak bahwa dirinya adalah orang yang berilmu. 7. Mengamalkan Ilmunya Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Seseorang yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya, sama saja dengan orang yang tidak memiliki ilmu. Bahkan, ilmunya akan menjadi beban bagi orang yang tidak mengamalkannya. Selain itu, menurut Ali bin Abi Thalib, ilmu yang tidak diamalkan cenderung akan meninggalkan pemiliknya. Kalau harta tidak bermanfaat mungkin tidak akan lari dari pemiliknya. Tetapi kalau ilmu yang tidak diamalkan, ia akan lari dari pemiliknya. Ali ra berkata, “Ilmu berhubungan dengan amal, ilmu memanggil amal Jika ia amal menyambut panggilannya..; bila tidak menyambutnya, ia akan berpindah darinya.” Inilah sebenarnya salah satu rahasia kecerdasan Ali bin Abi Thalib. Ia memiliki ilmu kemudian mengamalkannya. Ilmu yang diamalkan akan tetap bersama pemiliknya. Ali tetap bertahan dengan ilmunya karena ia mengamalkannya. Sementara ilmu yang tidak diamalkan akan meninggalkan pemiliknya. Ali tidak akan pernah ditinggalkan oleh ilmunya karena ia terus menagamalkannya sepanjang hidupnya. Demikianlan 7 rahasia kecerdasan Ali bin Abi Thalib yang sangat luar biasa. Semoga memberikan inspirasi kepada kita semua dan kita dapat mengamalka yang yang telah dicontohkan oleh Ali bin Abi Thalib tersebut. Sehingga kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, yang akan menjaga kita di dunia hingga akhirat. RujukanMayskur Arif Rahma, Rahasia Kecerdasan Ali bin Abi Thalib si super jenius kisah-kisah inspiratif kecerdasannya, Yogyakarta Diva Press, 2013Hernowo, Mengikat Makna Update Bandung Kaifa, 2009Muhammad Ahmad Isa, Para Penggenggam Surga Biografi Intelektual Pendamping Rasul tercinta pada Masa Peradaban Islam, Bandung Mizania, 2016
kecerdasan ali bin abi thalib ditunjukkan dengan